DIPERKOSA YANG TAK ADA AMPUN
DIPERKOSA YANG TAK ADA AMPUN
Cuaca di atas langit sana benar-benar sedang mendung. Angin bertiup kencang, sehingga membuat rambut panjang sepinggangnya yang lebat tapi agak kemerahan itu berkibar-kibar. Hembusannya yang dingin membuat gadis seusiaku memeluk tas baru erat-erat untuk mengusir hawa dingin. Berulang kali bus-bus kota lewat, tapi jalur yang ditunggu-tunggunya tak kunjung lewat juga. Sejenak aku menghela nafas sambil menebarkan pandangannya ke seluruh calon penumpang yang berjejalan senasib dengannya. Lalu menengok ke belakang, memperhatikan pagar seng bergelombang yang membatasi dengan lokasi pembangunan tersebut. Tampak puluhan pekerjanya yang tengah meneruskan kegiatannya, walaupun cuaca sedang jelas hendak hujan deras. Hilir mudik kendaraan yang padat kian membuat kegelisahannya memuncak.
Mendadak hujan turun dengan derasnya. Spontan saja, aku dan tiga orang calon penumpang bus kota yang di antaranya dua pasang anak SMA dan seorang bapak-bapak secara bersamaan numpang berteduh masuk ke lokasi proyek yang pintunya memang terbuka dan di sana terdapat bangku kayu serta teduh oleh tritisan beton. Sedangkan belasan orang lainnya memilih berteduh di depan toko fotocopy yang berada di sebelah bangunan proyek itu. “Numpang berteduh ya, Pak!” pinta ijin bapak-bapak itu disahuti teriakan “iya” dari beberapa kuli bangunan yang turut pula menghentikan kerjanya lalu berteduh di dalam bangunan proyek. Tapi dalam beberapa menit saja, bapak tua itu telah berlari keluar sambil berterima kasih pada para kuli bangunan setelah melihat bus kota yang ditunggunya lewat.
Tak sampai lima menit kedua anak SMA itupun mendapatkan bus mereka. Kini aku sendirian duduk menggigil kedinginan.
“Aduh..!” karena aku yang sedang melamun tersadar lamunanan itu takala sebuah bus yang ditunggu lewat dan berlalu kencang. Tampak wajah gelisah dan menyesalnya karena melamun.
“Mau pakai 10B, ya Dik?” tanya seorang kuli yang masih muda belia telah berdiri di samping ku yang tengah mondar-mandir di depan bangku.
aku sempat kaget, lalu tersenyum manis sekali.
“Iya Mas. Duh, busnya malah bablas. Gimana nih?!”
“Tenang saja, jalur 10B kan sampai jam tujuh malam. Tunggu saja di sini, ya!” ujarnya sambil masuk ke dalam.
Aku hanya mengangguk ramah, lalu duduk kembali di bangkunya, yang sesekali waktu aku menengok ke arah timur, kalau-kalau terlihat bus jalur 10B lewat. Setengah jam lewat. Tak ada tanda-tanda bus itu lewat. aku melihat ke dalam gedung yang gelap itu, tampak sekitar beberapa kuli sedang istirahat. Sebagian asyik ngobrol, lainnya merokok atau mandi di bawah siraman air hujan. Lainnya terlihat terus-menerus memperhatikan aku. Perasaan tak enak mulai menyelimuti hatinya.
mendadak sepasang tangan yang kuat dan kokoh telah mendekap mulut. aku kaget dan berontak. Tapi tenaga kuli kasar itu sangatlah kuat, apalagi kuli lainnya mengangkat kedua kaki ku untuk segera dibawanya masuk ke dalam bangunan proyek.
“Diam anak manis! Atau kami gorok lehermu ini, hmm!” ancam kuli yang telanjang dada yang menyekapnya itu sambil menempelkan sebilah belati tajam di lehernya, sedangkan kuli lainnya tertawa-tawa senang penuh nafsu birahi memandangi kemolekan tubuh ku yang sintal padat berisi itu. Upit hanya mengagguk-angguk diam penuh suasana takut yang mencekam. Tak berapa lama gadis cantik itu sesenggukan. Tapi apalah daya, suara hujan deras telah meredam tangis sesenggukannya. Sedangkan tawa-tawa lima puluh enam kuli usia 16 sampai yang tertua 45 tahun itu kian girang dan bergema sembari mereka menanggalkan pakaiannya masing-masing.
aku melotot melihatnya.
“Jangan macam-macam kamu, ya. Hih!” ancamnya lagi sambil membanting tubuhku di atas hamparan tenda oranye yang sengaja digelar untukku. Aku tampak menggigil ketakutan.
“Tolong.. tolong ampuni saya Pak.. jangan sakiti aku.. kumohon.. toloong, ouh.. jangan sakiti aku..” pintaku merengek-rengek histeris sambil berlutut menyembah-nyembah mereka.
“Buka semua bajumu, anak manis! Ayo buka semua dan menarilah dengan erotisnya. Ayo lakukan, cepaat!” perintah yang berbadan paling kekar dan usia sekitar 35 tahun itu yang tampaknya adalah mandornya
“Cter!”
“Akhh.. aduh! Sakit, Pak.. akhh..!” jerit kesakitan punggungnya yang kena cambuk sabuk.
Tiga kali lagi mandor itu mencabuk dada, paha dan betis. Sakit sungguh minta ampun. Aku menjerit-jerit sejadinya sambil meraung-raung minta ampun dan menangis keras.
“Cepat lakukan perintahku, anak manja!
“Iya.. iya Pak.. tolong, jangan dicambuki.. sakiit.. ouh.. ooh.. huk.. huuh..” ucapku sambil meneteskan air mata.
Ucapannya itu disahuti oleh gelak tawa para kuli yang sudah tak sabar lagi ingin menikmati makan sore mereka.
“Aduuh, udah ngaceng nih, buruan deh lepas bajunya.”
“Iya, nggak tahan lagi nih, mau kumuntahkan kemananya yaa?”
Perlahan Upit beranjak berdiri dengan isak tangisnya.
“Sambil menari, ayo cepat.. atau kucambuk lagi?” desak mandor mengancam.
Aku hanya mengangguk sambil menyadari bahwa batang-batang zakar mereka telah ereksi semua dengan kencangnya.
Aku perlahan mulai menari sekenanya sambil satu persatu memreteli kancing seragam SMPku, sedangkan para kuli memberikan ilustrasi musik lewat mulut dan memukul-mukulkan ember atau besi. Riuh tapi berirama dangdut. Sorak-sorai mewarnai jatuhnya baju. Kini Aku mulai melepas rok biruku. Kain itu pun jatuh ke bawah dengan sendirinya. Kini tinggal hanya memakai BH dan CD serta sepatu. Sepatu dilepas.dengan lama sekali tak melepas-lepas BH dan CDku. Dengan galak, mandor mencabuk punggungku.
“Cter!”
“Auukhh.. ouhk..!” jeritku melepas BH dan CD-nya dengan buru-buru.
Tentu saja dia melakukannya dengan menari erotis sekenanya. Terlihat jelas bahwa aku belum memiliki rambut kemaluan. Masih halus mulus serta rapat. Tepuk tangan riuh sekali memberikan aplaus.
Sedetik kemudian, rambut ku dijambak untuk dipaksa berlutut di depan mandor.aku nurut saja.
“Ayo dikulum, dilumat-lumat di disedoot.. kencang sekali, lakukan!” perintahnya menyodorkan batang zakarnya ke arah mulut .
aku dengan sesenggukan melakukan perintahnya dengan wajah jijik.
“Asyik.. terus, lebih kuat dan kencang..!” perintahnya mengajari juga untuk mengocok-ngocok batang zakar mandor.
aku dengan lahap terus menerus menyedot-nyedot batang zakarnya mandor yang sangat keasyikan. Seketika zakar itu memang kian ereksi tegangnya. Bahkan mandor menyodok-nyodokkan batang zakarnya ke dalam mulutku hingga aku nyaris muntah-muntah karena batang zakar itu masuk sampai ke kerongkongan.
Di belakangku dua kuli mendekat sambil jongkok dan masing-masing meremas-remas kedua belah buah dadaku sembari pula mempintir-plintir dan menarik-narik kencang puting-puting susuku itu.
“Ouuhk.. hmmk.. aauuhk.. hmmk..!” menggerinjal-gerinjal mulutku yang masih menyedot-nyedot zakar mandor.
Tak berapa lama spermanya muncrat di dalam mulutku.
“Creeot.. cret.. croot..!”
“Telan semua spermanya, bersihkan zakarku sampai tak tersisa!” perintah galak sambil menjambak rambutku.
aku menurut pasrah. Sperma kutelan habis sambil menjilati lepotan air mani itu di ukung zakar mandor sampai bersih.
Mandor mundur. Kini aku kembali melakukan oral seks terhadap zakar kuli kedua. Dalam sejam aku telah menelan sperma semua kuli! Tampak sekali aku kekenyangkan sperma itu muntah-muntah sejadinya. Tapi dengan galak mandor kembali mencambukku. Tubuh bugilku berguling-guling di atas sambil dicambuki omandor. Kini dengan ganas, mereka mulai menusuk-nusukkan zakarnya ke dalam vagina sempitku. aku menjerit-jerit kesakitan saat tubuhku digilir untuk diperkosa bergantian. Sperma-sperma berlepotan di vagina dan anusku yang oleh sebagian mereka juga melakukan sodomi dan selebihnya membuang spermanya di sekujur tubuhku.aku benar-benar tak tahan lagi. Tiga jam kemudian gadis itu pingsan. Dasar kuli rakus, mereka masih menggagahinya. Rata-rata memang melakukan persetubuhan itu sebanyak tiga kali. Darah mengucur deras dari vaginaku yang malang.
DIPERKOSA YANG TAK ADA AMPUN
Reviewed by quien
on
September 28, 2017
Rating:
No comments: